Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan wilayah yang perlu mendapatkan perhatian lebih dalam hal kesiapsiagaan bencana, terutama terkait dengan ancaman gempa bumi dan tsunami. Hal ini disebabkan oleh potensi gempa megathrust yang dapat mencapai magnitudo M8,8, membuat masyarakat wajib waspada akan kemungkinan terjadinya bencana alam yang tiba-tiba.

Seiring dengan meningkatnya frekuensi gempa, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau penduduk di wilayah ini untuk selalu berada dalam kondisi siap siaga. Dalam sepuluh tahun terakhir, DIY telah mencatat sejumlah gempa yang signifikan, dua di antaranya merupakan gempa merusak yang dirasakan langsung oleh masyarakat.

Dengan jumlah 114 gempa bumi berkekuatan di atas 5 pada rentang waktu tersebut, sangat jelas bahwa DIY merupakan kawasan dengan aktivitas geologis yang cukup tinggi. Pengawasan dan langkah mitigasi yang kuat menjadi keharusan untuk melindungi masyarakat dari dampak yang lebih buruk.

Pentingnya Kesiapsiagaan Bencana di Yogyakarta

Kesiapsiagaan terhadap bencana adalah upaya awal untuk mengurangi risiko yang mungkin timbul. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menekankan pentingnya untuk memperkuat sistem kesiapsiagaan sebagai respons terhadap potensi bencana. Dalam hal ini, masyarakat harus memiliki pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan saat terjadi gempa bumi atau tsunami.

Pada sebuah acara di Kulon Progo, Dwikorita menyebutkan bahwa wilayah ini terletak di garis pantai selatan yang rawan gempa. Karenanya, semua pihak harus bersatu dalam meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai bencana alam.

Lokasi Kulon Progo yang strategis sebagai akses ke Yogyakarta International Airport (YIA) juga menjadi pertimbangan penting. YIA dianggap sebagai bandara yang dirancang khusus untuk menghadapi ancaman gempa dan tsunami, sehingga mampu menjadikan kawasan ini sebagai contoh kesiapsiagaan bencana yang baik.

Program Mitigasi yang Dijalankan oleh BMKG

Dalam rangka mitigasi bencana, BMKG telah meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Salah satunya adalah Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada penduduk lokal tentang tindakan yang harus diambil saat bencana terjadi. Program ini diharapkan dapat membuka wawasan dan memberikan pengetahuan praktis.

Sebanyak enam desa di DIY telah diakui sebagai Masyarakat Siaga Tsunami, yang menunjukkan keberhasilan inisiatif ini. Di samping itu, program edukasi kebencanaan juga telah mencakup 166 sekolah dengan partisipasi lebih dari 20 ribu siswa, membuat generasi muda lebih siap menghadapi kemungkinan bencana di masa depan.

Pentingnya pemahaman terhadap sistem peringatan dini dan respons terhadap tanda-tanda bahaya sangat ditekankan dalam program-program tersebut. Selain itu, BMKG juga mempromosikan 12 Indikator Tsunami Ready yang ditetapkan oleh UNESCO-IOC untuk meningkatkan kesiapan daerah dalam menghadapi bencana.

Kolaborasi Antara Pemerintah dan Masyarakat

Dwikorita menegaskan bahwa keberhasilan dalam mengatasi bencana memerlukan kolaborasi yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Ketiga elemen ini harus bersinergi dalam membangun kesiapsiagaan yang berkelanjutan untuk mencapai tujuan nol korban jiwa. Langkah-langkah konkret seperti pembangunan rambu evakuasi dan peta bahaya tsunami menjadi bagian dari upaya ini.

Dari indikator yang diterapkan, perbaikan infrastruktur serta edukasi kepada masyarakat diharapkan dapat meminimalisir dampak saat bencana terjadi. Kunci dari semua ini adalah komunikasi yang efektif agar semua pihak dapat merespons secara cepat dan tepat.

Dengan adanya pencapaian tersebut, DIY berpotensi menjadi wilayah yang contoh dalam hal manajemen bencana. Hal ini tidak hanya akan memberikan rasa aman kepada masyarakat, tetapi juga akan menambah daya tarik bagi wisatawan dan investor untuk berkunjung.

Iklan