Peristiwa banjir pada 14 Desember 2025 ini menjadi pengingat pahit akan bencana banjir bandang yang sebelumnya melanda Bali pada 9–10 September 2025. Bencana September kala itu menyebabkan puluhan orang meninggal dunia. Dalam upaya respon darurat, tim SAR gabungan berhasil mengevakuasi 18 jenazah korban di beberapa lokasi seperti Denpasar, Jembrana, dan Gianyar.
Masa tanggap darurat yang ditetapkan akhirnya dicabut oleh Gubernur Bali Wayan Koster pada Rabu, 17 September 2025. “Dengan mempertimbangkan perkembangan situasi terkini yang semakin landai, eskalasi penanganan darurat semakin menurun yang didukung juga dengan hasil asesmen tim penanggulangan bencana, maka Gubernur Bali memutuskan status tanggap darurat dinyatakan berakhir,” jelas Kepala Pelaksana BPBD Bali I Gede Agung Teja Bhusana Yadnya saat itu.
Meskipun status tanggap darurat dicabut, Gede Agung menegaskan bahwa penanganan bencana tidak dihentikan. Pemerintah Provinsi Bali memastikan layanan kebutuhan dasar tetap berlanjut kepada masyarakat terdampak. Selain itu, proses pemulihan dipercepat, yang mencakup bantuan bagi pedagang pasar, perbaikan rumah, pemulihan infrastruktur, dan fasilitas umum lainnya.
“Upaya pemulihan ini akan dilakukan secara kolaboratif antara pemerintah kabupaten/kota, provinsi, dan pemerintah pusat termasuk partisipasi masyarakat dan dunia usaha,” ujarnya.
Memahami Dampak Banjir Terhadap Komunitas di Bali
Dampak dari bencana banjir di Bali sangat terasa di kalangan masyarakat. Selain kehilangan nyawa, banyak warga yang kehilangan tempat tinggal dan sumber penghidupan. Hal ini menyebabkan peningkatan kebutuhan akan bantuan darurat, yang mencakup makanan, pakaian, dan peralatan dasar lainnya.
Situasi ini juga menciptakan tantangan baru bagi pemerintah dan organisasi non-pemerintah dalam menyuplai kebutuhan tersebut. Mereka harus berkoordinasi dan bekerja sama untuk memastikan bantuan sampai ke masyarakat yang paling memerlukan. Kerjasama antara berbagai instansi tersebut menjadi kunci dalam proses pemulihan.
Di samping itu, ada juga dampak psikologis yang dihadapi oleh warga yang selamat. Trauma akibat kehilangan orang terkasih dan harta benda menjadi beban yang harus ditanggung. Dukungan psikologis pun menjadi bagian penting dari pemulihan yang dibutuhkan oleh masyarakat di daerah terdampak.
Strategi Pemulihan Pasca Banjir
Pemulihan pasca bencana merupakan fase krusial yang membutuhkan perencanaan dan pelaksanaan yang matang. Pemerintah setempat, bersama dengan berbagai organisasi, merencanakan berbagai tindakan untuk membantu masyarakat bangkit kembali. Ini melibatkan penanganan infrastruktur yang rusak dengan prioritas agar fasilitas umum dapat segera berfungsi kembali.
Selain perbaikan infrastruktur, pemberian bantuan finansial kepada korban juga menjadi bagian dari strategi pemulihan. Hal ini bertujuan untuk memulihkan perekonomian masyarakat, terutama bagi pedagang kecil yang terdampak. Bantuan ini juga dapat mempercepat proses distribusi barang dan jasa di pasar lokal.
Dalam menjalankan strategi ini, komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat menjadi sangat penting. Setiap langkah yang diambil harus diinformasikan dengan jelas kepada masyarakat untuk meminimalkan kebingungan dan memastikan partisipasi aktif mereka dalam proses pemulihan.
Pentingnya Kesadaran dan Persiapan Bencana di Masyarakat
Pengalaman pahit yang ditimbulkan oleh bencana banjir ini menyoroti pentingnya kesadaran akan kebencanaan. Masyarakat perlu dilibatkan dalam pelatihan dan pendidikan mengenai apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana. Edukasi ini tidak hanya menyiapkan masyarakat, tetapi juga membangun ketahanan sosial yang lebih kuat.
Pemerintah juga berperan penting dalam menciptakan kebijakan yang mendukung mitigasi bencana. Program-program yang berorientasi pada pencegahan harus menjadi fokus utama agar bencana serupa tidak terulang di masa depan. Dengan begitu, masyarakat bisa lebih siap menghadapi kemungkinan bencana yang akan datang.
Berbagai komunitas lokal juga dapat berperan aktif melalui organisasi yang bergerak dalam bidang sosial dan lingkungan. Melalui kolaborasi dan partisipasi masyarakat, dapat dibentuk jaringan bantuan yang lebih berkelanjutan dan efektif dalam merespons situasi darurat.




