Saga ketiga dari waralaba Tron yang berjudul Ares telah ditayangkan, namun hasilnya tidak memenuhi ekspektasi. Dalam pekan pembukanya, film ini meraup sekitar US$33,5 juta di pasar domestik dan tambahan US$27 juta di luar negeri, total mencapai US$60,5 juta secara global.

Angka tersebut jauh di bawah target awal yang ditetapkan antara US$80 hingga US$90 juta untuk periode yang sama. Dengan bujet produksi yang dikabarkan mencapai US$180 juta, pencapaian ini tentu menjadi sorotan bagi banyak pengamat industri film.

Kegagalan Ares untuk meraup pendapatan yang diharapkan bukan hanya mengecewakan, tetapi juga menciptakan pertanyaan tentang masa depan waralaba ini. Para kritikus mencatat bahwa film Tron: Ares ini ujian berat bagi popularitas franchise yang sudah ada selama lebih dari lima dekade.

Analisa Penjualan dan Target yang Tidak Tercapai

Berdasarkan data terbaru, disampaikan oleh Box Office Mojo, film ini dinilai tidak berhasil memenuhi harapan yang tertuang di dalam rencana awal distributor. Dengan hanya menghasilkan setengah dari estimasi, posisi Ares menjadi sangat rentan di tengah persaingan yang ketat di dunia perfilman saat ini.

Tron: Ares menjadi film dengan bujet terbesar dalam sejarah franchise ini, melampaui Tron (1982) yang memiliki bujet hanya US$17 juta serta hasil pendapatan US$50 juta, juga Tron: Legacy (2010) dengan bujet US$170 juta dan hasil pendapatan mencapai US$409 juta. Ini menunjukkan bahwa semakin besar bujet yang dikeluarkan, semakin besar juga risiko yang harus ditanggung jika hasilnya tidak memuaskan.

Meski memperoleh nilai CinemaScore yang relatif baik dengan angka B+, film ini tampak gagal menarik perhatian penonton yang lebih luas. Cakupan demografisnya terlalu terbatas, di mana mayoritas penonton adalah anak laki-laki dan pria dewasa.

Penyebab Penurunan Minat Penonton

Para analis perfilman mengungkapkan beberapa faktor yang membuat penurunan minat ini terjadi. Menurut David A. Gross, seorang konsultan perfilman, minat penonton telah mengalami kemunduran seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini terlihat dari jumlah penonton yang merosot setelah 10 hari penayangan.

Gross berpendapat bahwa walaupun film ini memiliki daya tarik di segi visual dan cerita, tetap ada kesulitan dalam memperluas basis penontonnya. Tren dalam genre fiksi ilmiah menunjukkan bahwa meskipun dapat menemukan audiens di luar negeri, film ini kurang mampu menjangkau penonton yang lebih beragam secara demografis.

Ketidakpuasan ini semakin diperparah oleh debut dua film lain yang tidak mendapatkan hasil di atas rata-rata. Film Roofman dengan bintang Channing Tatum dan Kiss of the Spider Woman yang dibintangi Jennifer Lopez juga mengalami hal serupa dalam pekan pembukaannya.

Kompetisi yang Semakin Ketat di Box Office

Roofman dibuka di posisi kedua dengan pendapatan yang hanya mencapai US$8 juta, yang mana sudah diperkirakan sesuai target minimum. Namun, biaya produksi yang dihabiskan hanya US$19 juta memungkinkan film ini untuk tetap berada di jalur aman secara finansial meskipun hasilnya kurang memuaskan.

Di sisi lain, Kiss of the Spider Woman menempati posisi 12 dengan angka sangat mengecewakan, yaitu US$918 ribu, jauh dari target yang diperkirakan. Film independen ini memiliki bujet yang cukup tinggi mencapai US$34 juta, sehingga kerugian yang ditanggungkan cukup signifikan.

Film lain seperti One Battle After Another juga mencatatkan perolehan yang cukup stabil, berada di posisi tiga dengan total US$6,6 juta dan akhirnya mengumpulkan pendapatan domestik mencapai US$54,5 juta. Gabby’s Dollhouse: The Movie juga mencatatkan hasil yang baik dengan pendapatan mencapai US$3,35 juta.

Iklan