Bencana banjir dan longsor yang mengguncang Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat pada Desember lalu membuka tabir mengenai dampak serius dari Siklon Tropis Senyar. Data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan, tragedi ini mengakibatkan lebih dari seribu jiwa melayang dan masih banyak yang dinyatakan hilang, menyoroti betapa rentannya masyarakat kita terhadap ancaman cuaca ekstrem.
Selain itu, hasil penelusuran menunjukkan bahwa deforestasi yang melanda Sumatra turut berperan sebagai faktor pemicu hujan deras. Pertanyaannya sekarang, sebenarnya apa yang dimaksud dengan siklon tropis dan bagaimana ia dapat mempengaruhi kondisi cuaca di wilayah kita?
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa siklon tropis merupakan sistem badai dengan kekuatan besar, biasanya terbentuk di atas lautan yang memiliki suhu hangat lebih dari 26,5 derajat Celsius. Siklon ini ditandai oleh angin kencang yang berputar menjelang pusat badai dengan kecepatan lebih dari 63 km/jam.
Siklon tropis mulai terbentuk di atas perairan yang hangat, di mana angin yang berputar di dekat pusatnya mempunyai kecepatan yang cukup membuatnya disebut sebagai badai. Ketika sebuah siklon terbentuk, ia juga dapat memunculkan fenomena yang dikenal dengan nama “mata siklon,” di mana di bagian tengahnya terdapat area dengan kecepatan angin yang lebih rendah dan tanpa awan.
Pahami Konsep Siklon Tropis yang Membahayakan
Secara teknis, siklon tropis didefinisikan sebagai sistem tekanan rendah yang tak bersifat frontal dan memiliki perkembangan yang signifikan di atas lautan hangat. Dengan kecepatan angin maksimum minimal mencapai 34 knot dalam lebih dari setengah wilayah yang mengelilingi pusatnya, siklon tropis dapat bertahan hingga enam jam.
Mata siklon akan dikelilingi oleh dinding mata, yaitu area berbentuk cincin yang dapat mencapai ketebalan 16 km. Wilayah ini umumnya menjadi lokasi dengan kecepatan angin tertinggi dan curah hujan yang paling besar.
Menurut BMKG, siklon tropis biasanya memiliki masa hidup yang berkisar antara 3 hingga 18 hari. Ketika beranjak menuju perairan yang lebih dingin atau menyentuh daratan, siklon ini akan melemah atau bahkan punah karena kehilangan sumber energinya yang berasal dari lautan.
Dengan seluruh karakteristik tersebut, siklon tropis Senyar yang melanda beberapa wilayah di Sumatra pada bulan lalu bisa dianggap sebagai fenomena yang jarang terjadi. Siklon ini dibentuk dari Bibit Siklon 95B yang berasal dari perairan sempit dan dangkal di Selat Malaka, menjadikannya sebagai salah satu kejadian ekstrem yang memperngaruhi pola cuaca di Indonesia.
Fenomena Siklon Tropis yang Langka di Indonesia
Cahaya baru muncul dalam pemahaman kita mengenai fenomena cuaca ekstrem di Nusantara, terutama setelah kemunculan Siklon Tropis Senyar. Sebelumnya, siklon tropis jarang ditemukan di wilayah Indonesia, dengan penyebutan Siklon Tropis Seroja yang berkontribusi pada bencana di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2021 sebagai salah satu pengecualian.
Pada waktu itu, siklon Seroja menyebabkan dampak yang sangat serius, dengan catatan 181 jiwa melayang akibat terjangan badai. Mengapa fenomena ini dapat terjadi di Indonesia yang dikenal sebagai negara khatulistiwa?
Berdasarkan penjelasan dari BMKG, siklon tropis biasanya enggan mendekati khatulistiwa dikarenakan Gaya Coriolis yang muncul akibat rotasi Bumi. Kecepatan rotasi yang berbeda antara equator dan kutub menghasilkan efek yang berdampak pada pembentukan dan jalur pergerakan siklon tropis.
Diameter Bumi lebih lebar di sekitar khatulistiwa, sehingga untuk menyelesaikan satu rotasi dalam 24 jam, daerah ini bergerak cepat hampir 1.600 km per jam. Berbanding terbalik dengan kutub yang bergerak lambat, efektivitas Gaya Coriolis ini mempengaruhi pembentukan siklon tropis secara global.
Perubahan Iklim dan Dampaknya terhadap Siklon Tropis
Kendati siklon tropis jarang terjadi di Indonesia, perubahan iklim saat ini jelas mempengaruhi keadaan cuaca di wilayah kita. Dengan meningkatnya suhu perairan, siklon tropis yang mendekat dapat memberikan dampak yang lebih signifikan, seperti risiko cuaca ekstrem, termasuk hujan lebat dan angin kencang.
BMKG memperingatkan bahwa meskipun saat ini kita mungkin belum sering menghadapi siklon tropis, situasi dapat berubah seiring dengan pemanasan global. Kombinasi dari berbagai faktor, seperti laju penghangatan permukaan laut, berpotensi menciptakan kondisi yang mendukung terbentuknya siklon.
Andri Ramdhani, Direktur Meteorologi Publik BMKG, menyatakan bahwa dengan terus meningkatnya suhu perairan Indonesia, ancaman terhadap keberadaan siklon tropis menjadi nyata. Ditambah dengan dinamika atmosfer yang semakin kompleks, kita perlu lebih hati-hati dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana alam.
Melihat tren dalam lima tahun terakhir, siklon yang mendekati wilayah Indonesia seperti Siklon Seroja dan Cempaka menunjukkan bahwa meskipun secara teori Indonesia tidak akan dilintasi siklon tropis, kenyataannya berbicara lain.
Kemunculan Siklon Senyar menambah deretan bukti bahwa wilayah yang diyakini aman dari siklon tropis mulai menipis. Kondisi ini semakin mendesak untuk perlunya kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap potensi bencana yang bisa terjadi di masa depan.




