Film animasi berjudul Jumbo telah membuat gebrakan besar di dunia perfilman Indonesia. Setelah meraih status sebagai film terlaris sepanjang masa, Jumbo kini mendapatkan hak distribusi internasional di 40 negara, sebuah pencapaian yang mengesankan bagi industri kreatif Tanah Air.
Pengumuman ini disampaikan oleh Visinema dalam acara bertajuk “Power Lunch: Membangun Percakapan Global Lewat Entertainment” pada Rabu (8/10). Penayangan film ini akan mencakup kawasan Asia Tenggara, Timur Tengah, Amerika Latin, hingga Rusia, menunjukkan potensi besar dari cerita yang dibawa oleh film ini.
Jumlah negara yang akan menayangkan Jumbo jauh lebih banyak daripada yang sebelumnya diperkirakan oleh kreator film tersebut, Ryan Adriandhy, yang menyatakan pada Juni 2025 bahwa film ini akan tayang di 17 negara saja. Sejauh ini, beberapa negara seperti Rusia, Belarus, Uzbekistan, Kyrgystan, Singapura, Uni Emirat Arab, Vietnam, dan Taiwan sudah menayangkan Jumbo.
Analisis Kesuksesan Film Jumbo yang Mengguncang Dunia
CEO Visinema dan juga produser Jumbo, Angga Dwimas Sasongko, mengungkap bahwa kesuksesan film ini bukan hanya berkat animasi yang menarik, tetapi juga karena kisah yang mengakar pada nilai-nilai keluarga. Pendekatan naratif yang emosional dan universal menjadi kunci dalam menarik perhatian penonton internasional.
Angga juga menyiapkan peta jalan pengembangan film animasi ini agar tetap relevan dan dapat bersaing di pasar global. Dia percaya bahwa proses kreatif yang matang memerlukan waktu untuk menghasilkan karya yang dapat diterima lintas generasi.
Pentingnya menciptakan konten yang memiliki nilai jangka panjang menjadi fokus utama dalam strategi pengembangan Jumbo. “Kami membangun Jumbo dengan economic runway yang panjang,” ungkap Angga, menekankan bahwa industri film harus memperhatikan proses kreatif yang mendalam.
Pangsa Pasar dan Minat Penonton Terhadap Film Animasi
Data terbaru menunjukkan bahwa minat anak muda terhadap film sangat tinggi. Menurut survei yang dilakukan oleh SurV pada April 2024, lebih dari separuh responden yang berusia muda mengaku sering pergi ke bioskop. Angka ini mencerminkan potensi besar untuk film-film yang menargetkan pasar ini.
Berdasarkan survei tersebut, 57 persen anak muda mengunjungi bioskop secara reguler, di mana 5 persen mengunjungi seminggu sekali, 15 persen sebulan sekali, dan 37 persen datang ketika ada film yang sedang tren. Ini adalah peluang besar bagi industri film untuk mengangkat karya-karya berkualitas.
Meskipun genre horor masih mendominasi dengan 55 persen, film animasi dan drama juga mendapatkan perhatian yang signifikan dengan masing-masing menyumbang 17 persen. Hal ini menunjukkan bahwa ada ruang untuk pertumbuhan bagi genre animasi di Indonesia.
Strategi Berkelanjutan Dalam Seluruh Ekosistem Film
Angga Dwimas Sasongko percaya bahwa industri film tidak hanya sekadar mengikuti tren semata, tetapi juga berupaya untuk membangun cerita yang memiliki napas panjang. Dalam era digital ini, film harus menjadi lebih dari sekadar produk akhir; ia juga berfungsi sebagai medium untuk mendistribusikan cerita.
Dari cerita yang dibangun, Intellectual Property (IP) dapat berkembang ke berbagai bentuk lain seperti serial, musik, dan merchandise. Dengan demikian, ada kesempatan untuk menciptakan ekosistem ekonomi budaya yang berkelanjutan.
Pengembangan IP yang beragam ini tidak hanya menciptakan peluang bisnis, tetapi juga memberikan penonton pengalaman yang lebih kaya. Kebangkitan industri film juga dapat mendorong lahirnya kreativitas baru di kalangan film maker lokal.