Bolu Mantoi adalah jajanan tradisional yang kaya akan nilai sejarah dan cita rasa di Bima. Jajanan ini dikenal sebagai “bolu lama,” dan nama tersebut mencerminkan kualitasnya yang klasik di tengah maraknya kue-kue bolu modern. Kue ini terdiri dari bahan-bahan sederhana seperti tepung terigu, telur, gula, dan soda kue yang menghasilkan rasa seimbang tidak terlalu manis. Dengan tekstur lembut dan rasa yang pas, Bolu Mantoi menjadi camilan nyaman bagi banyak orang.

Sering kali, jajanan ini dijadikan pilihan utama bagi mereka yang kurang menyukai rasa manis yang berlebihan. Dengan harga terjangkau, antara Rp5.000 hingga Rp10.000 per kemasan, Bolu Mantoi dapat ditemukan di pasar-pasar tradisional Bima. Keberadaannya yang tetap eksis menunjukkan bahwa masyarakat masih melestarikan resep dan proses pembuatannya yang autentik dan tradisional.

Lebih dari sekadar camilan, Bolu Mantoi juga sering dijadikan oleh-oleh khas Bima karena daya tahannya yang baik. Ketika seseorang membeli kue ini untuk dibawa pulang, mereka tidak hanya membawa serta rasa, tetapi juga kenangan dan cerita dari kota Bima itu sendiri. Melestarikan jajanan ini adalah bentuk pengharapan agar keaslian kuliner tradisional tetap terjaga di tengah gempuran makanan modern.

Keberagaman Jajanan Tradisional Bima yang Perlu Dikenal

Salah satu jajanan unik yang perlu diperkenalkan adalah Kapore, yang memiliki kemiripan dengan klepon. Meski terlihat serupa, Kapore terbuat dari tepung ketan yang dicampur gula pasir dan kelapa parut, tanpa isian gula di dalamnya. Jajanan ini lebih simpel namun memiliki cita rasa yang khas, menjadikannya pilihan umami yang menyenangkan.

Proses pembuatan Kapore cukup sederhana: adonan dibulatkan, direbus, dan kemudian digulingkan di atas kelapa parut. Rasa kenyal adonan berpadu dengan gurihnya kelapa dan manisnya gula membuat Kapore sangat direkomendasikan untuk dicoba. Jajanan ini sering dijumpai dalam acara-acara adat, menunjukkan keterikatan budaya dan tradisi kuliner Bima. 

Meski sering dianggap sebagai “klepon tanpa isi,” penting untuk memberi identitas yang jelas bagi Kapore. Masyarakat perlu mengenali dan menghargai Kapore sebagai jajanan tradisional yang unik sehingga tidak hilang atau terlupakan. Upaya untuk memperkenalkan Kapore dapat lebih ditingkatkan melalui festival kuliner atau acara budaya lainnya untuk menambah popularitasnya.

Meski Sederhana, Pangaha Bunga Memiliki Daya Tarik Tersendiri

Pangaha Bunga adalah salah satu jajanan yang menggugah selera, berbentuk menyerupai bunga. Terbuat dari campuran tepung beras, gula merah, tepung terigu, dan telur, kue ini menawarkan rasa manis yang menggoda. Dengan tekstur renyah di luar dan kelembutan di dalam, Pangaha Bunga menjadi camilan favorit di berbagai perayaan.

Disajikan dalam berbagai acara adat, Pangaha Bunga menunjukkan perannya sebagai simbol tradisi kuliner. Bentuknya yang menarik ditambah rasa yang pastinya digemari oleh banyak kalangan menjadikannya bukan hanya sekadar makanan tapi juga bagian dari warisan budaya. Keberadaannya dalam acara hajatan menunjukkan pentingnya kuliner lokal dalam kehidupan masyarakat Bima.

Namun, meskipun keunikan dan kelezatannya ada, jajanan ini perlu lebih banyak dijubilasi. Memperkenalkan Pangaha Bunga ke audiens yang lebih luas penting untuk menjaga eksistensinya di era modern. Dengan promosi yang baik, diharapkan Pangaha Bunga dapat kembali menarik perhatian masyarakat yang lebih luas dan tidak terlupakan oleh generasi berikutnya.

Peran Jajanan dalam Mempertahankan Warisan Kuliner Lokal

Makanan tradisional seperti Bolu Mantoi, Kapore, dan Pangaha Bunga bukan hanya sekadar camilan. Mereka adalah cerminan dari budaya dan identitas masyarakat Bima yang perlu dipertahankan. Dalam proses globalisasi yang membawa berbagai pengaruh dan selera baru, penting untuk menjaga makanan tradisional agar tetap relevan. 

Jajanan tradisional memiliki kekuatan untuk menyatukan masyarakat dalam merayakan warisan dan kebudayaan. Melalui festival kuliner atau acara komunitas, jajanan-jajanan ini bisa diperkenalkan kepada generasi muda, dan menjadi bagian dari pendidikan kuliner di sekolah-sekolah. Dengan cara ini, mereka akan lebih menghargai dan merasa bangga akan warisan kuliner mereka. 

Menjaga keberadaan makanan tradisional juga berarti menjaga sumber penghidupan bagi para pengrajin dan pedagang kecil. Melalui promosi dan dukungan masyarakat, mereka bisa tetap berpotensi dalam bisnis kuliner lokal. Ini juga membuka peluang pengembangan wisata kuliner yang bisa menguntungkan semua pihak, termasuk pelancong yang ingin merasakan keunikan Bima.

Iklan